Jumat, 14 Agustus 2009

MANAJEMEN MUTU DI SMA NEGERI 1 MANGUNJAYA

1. PENDAHULUAN

Peningkatan mutu pendidikan merupakan sasaran pembangunan pendidikan di bidang pendidikan nasional dan merupakan bagian integral dari upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia secara menyeluruh. Pemerintah dalam Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 Tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dalam rangka pencapaian mutu pendidikan pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan, baik berupa Undang-Undang maupun peraturan menteri, seperti UU No. 22 Tahun 1999 mengenai Otonomi Daerah dan sejalan dengan itu UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Seiring dengan itu, di era otonomi daerah kebijakan strategis yang diambil Direktorat jendral Pendidikan Dasar dan Menengah adalah : (1) manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah; (2) Pendidikan yang berbasis pada partisipasi komunitas agar terjadi interaksi yang positif antara sekolah dengan masyarakat.

Manajemen pendidikan yang sebelumnya merupakan wewenang pusat dengan paradigma top-down atau sentralistik, maka dengan berlakunya UU No. 22 dan 25 tahun 1999 maka kewenangan bergeser dari pemerintah pusat ke daerah dengan paradigm a buttom-up dalam wujud pemberdayaan sekolah, yang meyakini bahwa untuk meningkatkan kualitas pendidikan sedapat mungkin keputusan seharusnya dibuat oleh mereka yang berada di garis depan, yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kebijakan, dan terkena akibatnya secara langsung, yakni guru dan kepala sekolah.

Desentralisasi pendidikan merupakan alternative model pemberdayaan masyarakat. Salah satu implementasi dari desentralisasi pendidikan adalah dihidupkannya peran serta masyarakat untuk ikut meyelenggarakan dan mengawasi pendidikan. Program yang digulirkan pemerintah untuk keperluan ini adalah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

Program MBS menyiratkan konsep mendasar atas penyelenggaraan pendidikan dengan prinsip desentralisasi pendidikan. Manajemen Berbasis Sekolah adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk me-redesain pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang mencakup kepala sekolah,guru, siswa, orang tua siswa dan masyarakat. Menurut Fattah(2003) bahwa: “ Manajemen sekolah mengubah system pengambilan keputusan dengan memindahkan otoritas dalam pengambilan keputusan dan manajemen ke setiap yang berkepentingan di tingkat lokal”.

Tujuan utama implementasi manajemen sekolah adalah meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai control, serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan suasana yang kondusif.

Salah satu aspek yang perlu ditumbuhkembangkan pada sekolah yang melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah adalah kemampuan guru dan kemampuan kepala sekolah untuk melakukan inovasi pendidikan. Berbagai studi menunjukan bahwa pengembangan pembaharuan pembelajaran itulah yang secara langsung meningkatkan mutu pendidikan. Manajemen sekolah lebih merupakan wahana untuk mendorong sekolah agar mampu dan berani melakukan pengembangan dan pembaharuan. Ruang gerak diberikan kepada sekolah untuk menyusun program yang sesuai dengan kondisi setempat, yang pada dasarnya merupakan dorongan kepada sekolah untuk melakukan inovasi.

Dalam pengembangan program mutu pendidikan, pengendalian mutu (quality control) memegang peranan yang sangat penting. Sebagaimana Syaodih (2000 : 13 ) mengemukakan : “ Untuk keberhasilan pengendalian mutu pendidikan di sekolah maka ada dua hal yang perlu diusahakan yaitu adanya perencanaan dan struktur organisasi yang jelas, sistem dan teknik-teknik pengendalian dapat dikembangkan dari perancanaan yang telah dibuat”.

Mutu pada dasarnya dapat berupa kemampuan, barang dan pelayanan. Mutu pendidikan dapat menunjuk kepada mutu input, mutu proses dan mutu out put. Suatu pendidikan dapat bermutu dari segi input apabila input diperoleh melalui seleksi yang ketat. Suatu pendidikan bermutu dari segi proses jika proses belajar mengajar berlangsung secara efektif, dan peserta didik mengalami proses pembelajaran yang bermakna dan memperoleh pengetahuan yang berguna baik untuk dirinya maupun bagi orang lain. Dari segi out put lulusan pendidikan sesuai dengan kebutuhan lingkungan khususnya dunia kerja.

2. KEBIJAKAN MANAJEMEN MUTU PENDIDIKAN

2.1 Pengerian Kebijakan

Kebijakan merupakan sebuah ikhtiar, berbagai strategi untuk mencapai tujuan secara efektif berdasarkan sebuah paradigma. Kebijakan bisa juga diartikan sebagai perencanaan yang merupakan suatu penetapan keputusan manajemen organisasi dalam melakukan tugas dan fungsinya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kebijakan bias berupa aturan, undang-undang, norma atau hukum atau ketetapan untuk member arahan dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Studi-studi tentang kebijakan biasanya difokuskan pada beberapa aktivitas yang saling berhubungan tetapi kategori tindakannya berada antara satu dengan yang lain, semuanya dapat diberi label sebagai kebijakan. Mulai dari penrnyataan keinginan pejabat, keputusan yang dipublikasikan seperti undang-undang dan ketetapan, ukuran-ukuran actual yang digunakan dan hasil. Kajian terhadap setiap kebijakan dan hasi-hasilnya terkait dengan system politik nasional. Sehingga kadang-kadang kita mendengar orang berkata setiap ganti pejabat ganti kebijakan.

2.2 Pengertian manajemen

Pengertian manajemen banyak sekali dikemukakan oleh para ahli diantaranya menurut Stoner ( dalam Sujana, 2004 : 17 ) menyebutkan “ Manajemen merupakan serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan dan mengembangkan segala upaya dalam mengatur dan mendayagunakan sumberdaya manusia, sarana, prasarana secara efektif untuk mencapai tujuan organisasi yang telah di tetapkan”.

Pendapat lain, Gie (dalam Manullang 1988 : 124) mengemukakan bahwa : Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan human dan natural resources terutama human resources untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu,

Sedangkan menurut Fathoni (2006:8) menyebutkan bahwa : “ Manajemen adalah suatu proses yang khas terdiri dari tindakan-tindakan yang di mulai dari penentuan tujuan sampai pengawasan, di mana masing-masing bidang digunakan baik ilmu pengetahuan maupun keahlian yang diikuti secara berurutan dalam rangka usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan semula”.

Manajemen juga diartikan sebagai ilmu, kiat dan profesi. Dikatakan sebagai ilmu oleh Luther Gullick karena manajemen dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematis berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama. Dikatakan sebagai kiat oleh Follet karena manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain dalam menjalankan tugasnya. Dipandang sebagai profesi karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer dan para professional dituntu oleh suatu kode etik.

Dari ketiga pengertian di atas menunjukan bahwa manajemen merupakan serangkaian kegiatan merencanakan (planning), mengorganisasikan (Organizing), menggerakan (actaiting), dan mengendalikan (controlling), terhadap segala upaya dalam mengatur dan mendayagunakan sumberdaya manusia, sarana dan prasarana secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.

2.3 Pengertian Mutu

Dalam makna umum mutu mengandung makna derajat ( tingkat) keunggulan suatu produk ( hasil kerja) baik berupa barang maupun jasa, baik yang tangible maupun yang intangible. Dalam kontek pendidikan pengertian mutu, mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam proses pendidikan, yang terlibat dalam mutu pendidikan meliputi : input, seperti; bahan ajar, metode, sarana sekolah, dukungan administrasi dan sumberdaya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif.

Mutu pada dasarnya dapat berupa kemampuan, barang dan pelayanan. Mutu pendidikan dapat menunjuk kepada mutu input, mutu proses dan mutu out put. Suatu pendidikan dapat bermutu dari segi input apabila input diperoleh melalui seleksi yang ketat. Suatu pendidikan bermutu dari segi proses jika proses belajar mengajar berlangsung secara efektif, dan peserta didik mengalami proses pembelajaran yang bermakna dan memperoleh pengetahuan yang berguna baik untuk dirinya maupun bagi orang lain. Dari segi out put lulusan pendidikan sesuai dengan kebutuhan lingkungan khususnya dunia kerja.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan, karena pendidikan merupakan system maka mutu yang miningkat adalah meliputi semua komponen pendidikan. Atau yang dikenala dengan mutu terpadu. Mutu terpadu dalam system pendidikan, dimaksudkan adalah kualitas tentang keseluruhan aspek yang menunjang optimalisasi penyelenggaraan dan pengembangan system pendidikan dalam suatu ruang lingkup tertentu.

Berdasarkan pengertian manajemen dan mutu terpadu seperti dijelaskan di atas, maka yang dimaksud dengan manajemen mutu pendidikan adalah suatu pola manajemen yang berisi prosedur agar dalam organisasi setiap orang berusaha keras secara terus- menerus memperbaiki jalan menuju sukses atau pengaturan, pengelolaan, penyelenggaraan dan pengembangan system pendidikan yang dilakukan secara optimal dengan mempertimbangkan berbagai aspek secara keseluruhan.

3. PEMBAHASAN

3.1 Kebijakan

SMA Negeri 1 Mangunjaya yang sedang memasuki tahun ke-2 sebagai sekolah Rintisan Kategori Mandiri kini sedang bersolek, berbenah diri untuk meraih harapan kedepan menjadi Sekolah Kategori Mandiri bahkan menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). SMA Negeri 1 Mangunjaya sedang berusaha dengan sepenuh kemampuan untuk memenuhi seluruh tuntutan standar pendidikan dalam upaya peningkatan mutu. Mulai dari standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian pendidikan.

Berdasarkan pengertian diatas bahwa kebijakan adalah sebagai sebuah ikhtiar, berbagai strategi untuk mencapai tujuan secara efektif berdasarkan sebuah paradigma. Kebijakan bisa berupa aturan, Undang-undang atau norma yang dibuat untuk mengatur, memberi pedoman dalam pelaksanaan kegiatan tertentu agar tercapai tujuan.

Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan pemerintah telah banyak mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan. Kebijakan tersebut adalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 22 tahun 1999 tentan Otonomi Daerah, UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, kebijakan pemerintah yang terbaru yaitu tahu 2006, yaitu Permen 22 tentang Standar Isi, Permen 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan, dan Permen 24 teentang Pelaksanaan Standar Isi, Permendiknas No. 19 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan, Permendiknas 20 tahun 2007Tentang Standar Penilaian, Permendiknas No. 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana.

Berkaitan dengan Permen 22 tahun 2006 tentang Standar Isi SMA Negeri 1 Mangunjaya telah memiki kurikulum SMA Negeri 1 Mangunjaya yang disusun melalui IHT dengan mengikutsertakan guru-guru komite sekolah dan sekolah lain. Kurikulum tersebut memuat struktur kurikulum, beban belajar dan kalender pendidikan.

Berkaitan dengan Permendiknas 23 tahun 2006 tentang Setandar Kompetensi Lulusan SMA Negeri 1 Mangunajaya telah menyusun Standar Kompetensi Lulusan (SKL), yang ruang lingkupnya meliputi SKL Satuan Pendidikan ( SMA Negeri 1 Mangunjaya), SKL SKL Kelompok Mata Pelajaran yang meliputi : Agama dan Akhlak Mulia,. Kewarganegaraan dan Budi Pekerti, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Estetika, Jasmani Olahraga dan Kesehatan dan SKL Mata Pelajaran.

Berkaitan dengan Standar proses SMA Negeri 1 Mangunjaya yang telah memasuki tahun kedua Rintisan Sekolah Kategori Mandiri, mulai melakukan proses pembelajaran dengan program moving class. Dalam mengikuti program ini peserta didik kelihatan antusias, dan dapat mempertahankan kesegaran tubuh Karen dapat menghirup udara segar selama perpindahan kelas. Di samping itu juga peserta didik tidak merasa cepat merasa bosan karena adanya pergantian suasana ruang belajar. Sehingga mendekati metode pembelajaran PAKEM ( Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).

Pada Standar Sarana dan Prasaran SMA Negeri 1 Mangunjaya telah memiliki lima belas ruang belajar, satu ruang laboratorium fisika, satu ruang laboratorium kimia, satu ruang laboratorium biologi, satu ruang laboratorium computer, satu ruang multimedia dan satu ruang perpustakaan. Di samping itu juga terdapat ruang kepala sekolah, ruang tata usah, dan ruang guru dan WC siswa.

Yang sedikit menjadi masalah di SMA Negeri 1 Mangunjaya adalah tenaga pendidik yang masih kurang. Lima puluh persen pendidik adalah GTT dan ketidak sesuaian antara basic ilmu yang dimiliki guru dengan tugas mengajar.

3.2 Manajemen Sekolah

Berkaitan dengan otonomi daerah munculah konsep Manajemen Berbasis Skolah. Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan manajemen berbasis sekolah yitu; school based management atau school based decision making and management. Konsep dasar school based management adalah mengalihkan pengambilan keputusan dari pusat/ Kanwil/kandep dinas ke level sekolah ( 1999:6). Dengan adanya pengalihan kewenangan pengambilan keputusan ke level sekolah, maka sekolah diharapkan lebih mandiri dan mampu menentukan arah pengembangan yang sesuai dengan kondisi dan tuntutan lingkungan masyrakatnya. Atau dengan kata lain sekolah harus mampu mengembangkan program yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.

Dengan adanya program sekolah yang relevan, maka diharapkan sekolah akan mampu menggali partsipasi masyarakat untuk berperanserta dalam pengembangan sekolah, sehingga masyarakat mempunyai rasa memilki terhadap sekolah. Untuk selanjutnya pengembangan konsep komite sekolah amat diperlukan dalam arti keanggotaanya maupun peranannya. Keanggotaan komite sekolah hendaknya mencakup masyarakat di luar orang tua peserta didik. Komite sekolah di samping menyumbang dana, tetapi juga pemikiran bahkan dalam penyusunan rencana pengembangan sekolah dan pemeriksaan akuntabilitas pelaksanaannya.

Berkaiatan dengan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah SMA Negeri 1 Mangunjaya talah melaksanakan program Manajemen Berbasis Sekolah. Pelaksanaan Program Manajemen Berbasis Sekolah adalah pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada sekolah dalam bentuk otonomi sekolah. Manajemen Sekolah merupakan pendekatan yang bertujuan untuk me-redesain pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pebaikan kinerja sekolah yang mencakup guru, siswa, kepala sekolah, orang tua siswa dan masyarakat.

Berdasarkan analisis lingkungan, para lulusan SMA Negeri 1 Mangunjaya bekerja pada dunia industry konfeksi dan garmen. Maka dari itu SMA Negeri 1 Mangunjay menyelenggaran program pendidikan tambahan yaitu tata boga. Dengan adanya program tersebut diharapkan para lulusan mendapatkan bekal ketrampilan menjahit. Sehingga di saat memasuki dunia kerja mereka telah siap untuk bekerja. Dalam penyelenggaran program yang di rencanakan sekolah, komite sekolah sangat mendukung. Ini suatu pertanda bahwa jalan untuk maju bagi sekolah terbuka lebar.

Sekolah tidak hanya perhatian pada potensi local saja, tetapi juga berwawasan global. Ini dibuktikan dengan program pendidikan berorientasi information and communication technologi (ICT). SMA Negeri 1 Mangunjaya memiliki laburatorium komputer, dan ruang multi media. Pada tempat tersebut peserta didik dapat belajar computer dan dapat menakses internet. Sehingga wawasan peserta didik akan lebih luas, sesuai dengan prinsip “ berperilaku local berfikir global”.

3.3 Mutu Sekolah

Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing di masa depan diharapkan dapat memberikan dampak bagi prwujudan eksistensi manusia dan interaksinya sehingga dapat hidup bersama dengan keragaman social dan budaya. Selain itu upaya peningkatan mutu dan relevansi dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat serta daya saing bangsa. Mutu pendidikan juga dilihat dari meningkatnya penghayatan dan pengamalan nilai-nilai humanisme yang meliputi keteguhan iman dan takwa serta berakhlak mulia, etika, wawasan kebangsaan, kepribadian tangguh, ekspresi estetika, dan kualitas jasmani. Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan diukur dari pencapaian kecakapan akademik dan nonakademik yang lebih tinggi yang memungkinkan lulusan dapat proaktif terhadap perubahan masyarakat dalam berbagai bidang baik di tingkat local, nasional maupun global.

Kebijakan peningkatan mutu pendidikan diarahkan pada pencapaian mutu pendidikan yang semakin meningkat yang mengacu pada standar nasional pendidikan. Pemerintah mendorong dan membimbing satuan-satuan dan program pendidikan untuk mencapai standar yang diamanatkan oleh standar nasional pendidikan (SNP). Standar-standar tersebut digunakan juga sebagai dasar untuk melakukan penilaian terhadap kinerja satuan dan program pendidikan.

Peningkatan pendidikan semakin diarahkan pada perluasan inovasi pembelajaran baik pada pendidikan formal maupun nonformal dalam rangka mewujudkan proses yang efisien, menyenangkan dan mencerdaskan sesuai tingkat usia, kematangan, serta tingkat perkembangan peserta didik.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Manajemen mutu pendidikan adalah suatu pola manajemen yang berisi prosedur agar dalam organisasi atau lambaga setiap orang berusaha keras secara terus-menerus memperbaiki jalan menuju sukses atau pengaturan, pengelolaan, penyelenggaraan dan pengembangan system pendidikan yang dilakukan secara optimal dengan mempertimbangkan berbagai aspek secara keseluruhan, atau yang dikenal dengan mutu terpadu.

Dimana manajemen mutu terpadu ini dalam penerapannya meliputi :

a. Fokus pada pelanggan

b. Perbaiakan pada proses secara sistematis

c. Pemikiran jangka panjang

d. Pengembangan sumber daya manusia

e. Komitmen pada mutu

4.2 Saran

Untuk meningkatkan mutu sekolah maka kinerja personil sekolah perlu ditingkatkan baik kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan dan komite sekolah.

Kamis, 14 Mei 2009

Tugas Inovasi Pendidikan


FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT PROGRAM INOVASI

A. Pendahuluan

Sistem pendidikan nasional yang telah dibangun selama ini, ternyata belum mampu sepenuhnya menjawab kebutuhan nasiaonal dan tantangan dunia global saat ini. Program pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan yang selama ini merupakan fokus pembinaan masih menjadi masalah paling menonjol dalam dunia pendidikan kita.

Kondisi pendidikan di Indonesia saat ini dalam keadaan yang memprihatinkan didasarkan atas beberapa hasil survey dan laporan pembangunan manusia (Human Development Report/HDR). Tahun 1990 peringkat 76 dari 130 negara, tahun 1991 peringkat 98 dari 160 negara, tahun 1992 peringkat 98 dari 160, tahun 1993 peringkat 108 dari 173 negara, tahun 1994 peringkat 105 dari 173 negara, 1995 peringkat 104 dari 174 negara dan tahun 2005 peringkat 110.

Untuk menciptakan keunggulan kompetitif, setiap bangsa memerlukan inovasi yang cerdas dalam dunia pendidikan, sedangkan untuk menjadi bangsa yang berharkat mulia sebuah bangsa harus memerlukan keunggulan komparatif dan kompetitif. Jika bangsa Indonesia ingin menghasilkan berbagai keunggulan kompetitif dari outcome pendidikan, maka terobosan yang cerdas harus menjadi prioritas penting dalam pengembangan system pendidikan.

Tanpa ada inovasi yang signifikan, pendidikan nasional hanya akan menghasilkan lulusan yang tidak mandiri dan selalu tergantung pada pihak yang lain. Dalam perspektif global hasil pendidikan yang demikian justru akan menjadi beban bagi bangsa dan Negara, sekaligus bagi masyarakat.

Dengan melihat tantangan dan problematika pendidikan nasional yang begitu kompleks maka perlu dicari solusi praktis agar bangsa ini mampu menghadapi fenomena ini secara efektif adalah dengan mengubah paradigma yang selama ini kita gunakan terutama terkait dengan hakekat pendidikan.

Jika cara pandang pemerintah terhadap pendidikan tidak berubah, maka system dan praktis pendidikan tidak akan mampu meningkatkan kualitas kehidupan manusia , dan bahkan pendidikan tidak akan mampu memberdayakan masyarakat secara luas bersamaan dengan perubahan ilmu pengetaahuan dan teknologi.Satu hal lagi yang harus diingat, pendidikan di era global ini sangat penting perannya dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Paradigma lama pendidikan yang telah dijadikan sebagai praksis proses pembelajaran di hamper semua jenjang pendidikan biasanya hanya memusatkan perhatiannya pada kemampuan otak kiri peserta didik. Sebaliknya kemampuan otak kanan peserta didik kurang ditumbuhkembangkan secara sistematis dan pedagogis. Kondisi ini semua menyebabkan pendidikan nasional hanya mampu menghasilkan orang-orang yang tidak mandiri, tidak kreatif, tidak memiliki self awarnes, tidak mampu berkomunikasi secara baik dengan lingkungan fisik, sosial dan kultural dalam komunitas kehidupannya.

B. Definisi Inovasi

Rogers Miller, 1971 menyatakanbahwa”Innovation is an idea, practice, or object perceived as new by the relevan unti of adoption, whether it is an individual or an organization” Artinya inovasi adalah ide, kegiatan, atau objek yang diterima sebagai sesuatu yang baru sesuai dengan bagian yang diadopsi, baik oleh individu maupun kelompok.

Innovation is an effort to introduce a practice in order to bring about a social change. The practice need not be totally new : Its efficienly and potentiality in a new contecxt are the main criteria used in labeling is as innovatiaon. The emphasis is on change in terms providing a strategy to deal with specific local or national problem (Vanterpool, 1990). Kegiatan tidak harus semuanya baru, itulah inti sesuatu disebut inovasi, yang penting efisien dan potensial dan adanya perubahan.

Innovation is more than change, olthough all innovation involve change (White, 1987:211). Inovasi lebih dari sekedar perubahan meskipun inovasi mencakup perubahan. Dari pengertian inovasi tersebut bahwa tidak semua perubahan adalah inovasi tetapi inovasi mencakup perubahan.

Inovasi merupakan suatu usaha menemukan benda, ide, kejadian metode yang diamati sebagai sesuatu yang baru bagi seseorang (kelompok orang) dengan jalan melakuakan kegiatan invention dan discovery. (Ibrahim, 1989)

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi ciri abad ke 21 memberikan pengaruh terhadap seluruh tanatanan kehidupan secara global. Memasuki abad ke 21 terjadi pergeseran paradigma atau cara berfikir dalam menghadapi berbagai fenomena termasuk pola pikir yang berkenaan dengan pendidikan.

Pergeseran paradigma atau cara berfikir dalam menghadapi fenomena kehidupan ini dilakukan untuk tujuan memecahkan masalah yang dihadapi seseorang atau kelompok orang dan ini merupakan bentuk inovasi. Sebagaiamana yang dinyatakan oleh Subandiyah(1992:80), inovasi dilakukan untuk tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah yang dihadapi seseorang atau kelompok orang.

Townsend , dkk (1999) merangkumkan pergeseran pola pikir yang berkenaan dengan pendidikan dari masa lalu ke masa kini sebagai berikut:

Pola Berfikir Masa Lalu

1. Pembelajaran penting hanya dapat dilakukan melalui fasilitas pembelajaran formal

2. Proses pembelajaran dikendalikan oleh guru. Apa yang diajarkan, kapan, semua ditentukan oleh seorang profesional

3. Pendidikan dan pembelajaran merupakan aktivitas individual. Keberhasilannya tergantung seberapa jauh pembelajar belajar sebagai individual.

4. Pendidikan formal mempersiapkan orang untuk hidup

5. Sebutan pendidikan dan sekolah hamper selalu dalam pengertian yang sama.

6. Sekali seseorang meninggalkan pendidikan formal maka ia memasuki dunia nyata.

7. Makin lebih banyak memperoleh kualifikasi formal, maka makin banyak kesuksesan diraih.

8. Pendidikan dasar dibiayai oleh pemerintah

Pola Berfikir Masa Kini

1. Orang dapat mempelajari sesuatu dari banyak sumber.

2. Setiap orang harus memahami proses pembelajaran dan keterampilan dasar pembelajaran.

3. Pendidikan dan pembelajaran merupakan aktivitas interaktif. Keberhasliannya ditentukan oleh seberapa jauh pembelajar dapat bekerja sama dengan tim.

4. Pendidikan formal merupakan dasar bagi pembelajaran sepanjang hayat.

5. Sekolah hanya slah satu tahapan dalam perjalanan pendidikan.

6. Pendidikan formal menyediakan satu rentangan interaksi antara pembelajar dengan dunia bisnis, perdagangan dan politik.

7. Makin lebih banyak memiliki kemampuan dan daya adaptasi makin banyak meraih kesuksesan.

8. Pendidikan dasar dibiayai bersama oleh pemerintah dan sector swasta

Pergeseran paradigma sebagaimana dikemukakan di atas, pada gilirannya menuntut penggunaan strategi pendidikan yang dipandang sesuai dengan tuntutan. Proses pembelajaran dalam pedidikan di era abad 21 menuntut strategi tertentu yang berbeda dengan di masa lalu. Dengan perkembangan global yang terjadi di masa kini, proses pembelajaran bukan hanya dalam bentuk pemrosesan informasi, akan tetapi harus dikembangkan sedimikian rupa sehingga mampu mengembangkan sumber daya manusia kreatif yang adaptif terhadap tuntutan yang berkembang.

Di masa-masa mendatang arus informasi akan semakin meningkat melalui jaringan internet yang besifat global di seluruh dunia dan menuntut siapapun di seluruh dunia ini untuk mampu beradaptasi dengan kecenderungan itu kalau tidak mau ketinggalan jaman. Dengan kondisi demikian, maka pendidikan, (khususnya proses belajar mengajar) cepat atau lambat tidak dapat dilepaskan dari computer dan internet sebagai alat bantu utama. Majalah Asiaweek terbitan 20-27 Agusrus 1999 menurunkan tulisan-tulisan dengan tema Asia in the new Milenium memberikan gambaran berbagai kecenderungan pekembangan yang akan terjadi di Asia dalam 20 aspek seperti ekonomi,politik,agama, sosial, budaya, kesehatan, pendidikan,dan sebagainya.

Termasuk di dalamnya pengaruh revolusi internet dalam berbagai dimensi kehidupan. Salah satu tulisan yang berkenaan dengan dunia pendidikan disampaikan oleh Robin Paul Ajjelo. Dalam tulisan tersebut dikemukakan bahwa ruang kelas di era millennium berbeda dengan ruang kelas seperti sekarang ini yaitu dalam bentuk seperti laboratorium computer di mana tidak lagi terdapat format anak duduk di bangku dan guru berada di depan kelas. Ruang kelas di masa mendatang merupakan tempat anak-anak melakukan aktivitas pembelajaran secara individual maupun kelompok dengan pola belajar yang disebut “interactive learning”. Anak-anak berhadapan dengan computer dan melakukan aktivitas pembelajaran secara interaktif melalui jaringan internet untuk memperoleh materi belajar dari berbagai sumber belajar.

Anak-anak melakukan kegiatan belajaryang sesuai dengan kondisi kemampuan individualnya sehingga anak yang lambat atau cepat akan memperoleh pelayanan pembelajaran yang sesuai dengan dirinya. Kurikulum dikembangkan sedemikian rupa dalam bentuk yang lebih fleksibel sesuai dengan kondisi lingkungan dan kondisi anak, sehingga memberikan peluang untuk terjadinya proses pembelajaran maju berkelanjutan baik dalam dimensi waktu maupun materi. Dalam situasi seperti ini, guru bertindak sebagai fasilitator pembelajaran sesuai dengan peran-peran sebagaimana dikemukakan di atas.

C. Jenis-jenis Inovasi Pendidikan

1. Top-Down Inovation

Top-down inovasi pendidikan merupakan inovasi pendidikan yang diciptakan oleh pihak tertentu sebagai pimpinan/atasan yang diterapkan kepada bawahan.

Jenis inovasi ini merupakan inovasi yang dari atas untuk dilaksanaka oleh pelaku di bawah. Seperti Sekolah Persiapan Pembangunan, CBSA, SBJJ, Guru Pamong, Skolah Kecil, Sistem Modul, SD-SMP Satu Atap, Kelas Akselerasi, Sekolah Model, Broad Base Education (BBE), BOM, Life Skill, MBS, MPMBS dan lain-lain.

Model pembelajaran siswa aktif yang lebih dikenal dengan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang berorientasi pada pendekatan proses. Sistem ini adalah sebuah cara pendekatan yang dapat dijadikan pilihan agar otak tidak beku dan anak melakukan inovasi kreatif.

Konsep dasar Manajemen Berbasis Sekolah; adalah mengalih kan pengambilan keputusan dari pusat/ Kanwil/Kandep dinas ke level sekolah (Samani, 1999:6). Dengan adanya pengalihan kewenangan pengambilan kepurusan ke level sekolah, maka sekolah diharapkan lebih mandiri dan mampu menentukan arah pengembangan yang sesuai dengan kondisi dan tuntutan lingkungan masyarakatnya.

2. Bottom-Up Innovation

Model inovasi ini merupakan inovasi pendidikan yang bersumber dari hasil ciptaan oleh unsur pelaksana di bawah dan dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan penyelenggaraan dan mutu pendidikan.

D. Faktor Penghambat Inovasi dalam Pendidikan

1. Faktor Input

a. Halangan untuk berubah dari lingkungannya;

Lingkungan yang menjadi penghalang untuk terjadi perubahan /inovasi, bisa berupa lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Yang berkaiatan dengan lingkungan fisik adalah tidak tersedianya sarana dan prasarana untuk berinovasi. Hal ini terbentur dengan dana untuk pengadaan sarana dan prasarana dalam rangka menunjang kegiatan/program inovasi. Kegiatan inovasi sangat berkaitan erat dengan teknologi informasi dan komunikasi, yang saat ini merupakan tuntutan mutlak dalam pemecahan permasalan hidup, termasuk di dalamnya masalah pendidikan. Pemerintah Singapura meyakini bahwa sepuluh tahun ke yang lima tahun yang akan datang, orang yang tidak menguasai computer dan internet, akan menjadi dinosaurus yang punah karena kalah dalam persaingan dunia kerja dengan teknologi tinggi. Maka pendidikan di Singapura telah menempatkan teknologi informasi sebagai prioritas pendidikan.

Lingkungan sosial adalah manusianya sebagai agen perubahan. Di kala kita melakukan program inovasi ada sementara orang lain yang mencibir melihat kegiatan inovasi yang kita lakukan, seraya berucap apa-apaan. Bahkan ada orang yang mengatakan untuk apa kita susah-susah berinovasi kalo penghasilan tetap sama dengan orang yang diam (konservatif) dengan membuat akronim PGPS (Pinter Goblog Penghasilan Sama). Keadaan yang demikianlah yang dapat menghalangi untuk terjadinya sebuah perubahan. Kalau keadaan yang demikian tidak bisa diubah maka tidak akan terjadi progress dalam dunia pendidikan di negeri ini.

b. Ketidakterampilan agen pembaharu;

Agen pembaharu kuarng menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga menyebabkan kemunduran dalam beidang pendidikan. Kita selalu menyerahkan studi ilmu pengetahuan dan teknologi kepada orang lain dan membuat kita tergantung pada orang lain.

Di dalam abad modern, masalah kehidupan manusia tidak dapat dipecahkan kecuali dengan upaya pengembangan ilmiah, dan kunci untuk sukses di dalam seluruh urusan harus bersandar pada ilmu. Karena itu adalah kewajiaban bagi para guru dan tenaga kependidikan untuk meraih pengetahuan teknik dan ilmiah yang lengkap dan mutahir.

Ketidakterampilan agen pembaharu dalam pendidikan tak lain dan tak bukan karena dihasilkan oleh system pendidikan nasional yang tidak baik.

c. Inovasi yang bepusat hanya pada seseorang;

Reformasi di bidang pendidikan ditandai dengan terjadinya pergeseran paradigma pengelolaan dan pembinaan pendidikan dari centalized system menuju decentralized system yang bertjuan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Namun reformasi ini belum begitu dapat dirasakan, hal ini dikarenakan system sentralistik yang telah becokol lama dalam system pendidkan nasional kita. Shingga kretifitas guru atau tenaga kependidikan kita belum terbangun kretifitas berinovasi dalam pendidikan. Sehingga inovasi hanya berpusat pada segelintir orang.

d. Sensitivitas dan defensiveness guru-guru/tenaga kependidikan;

Penulis dalam hal ini mengakui, bahwa ada guru yang tidak merasa bertanggung jawab atas pendidikan. Sehingg tidak merasa terpanggil untuk memajukan pendidikan, maka dari itu tidak mau melakukan inovasi dalam pendidikan. Metode pembelajaran yang dipakai dari tahun ke tahun itu-itu saja.

e. Ketiadaan kalangan (linking pin) agen perubahan.

Agen perubahan berdiri sendiri-sendiri, tidak membentuk jaringan agen perubahan. Sehingga untuk membangun sebuah invasi terhambat. Sebuah kegiatan yang terorganisir akan lebih efektif disbanding dengan yang tidak terorganisir.

f. Ketidak sesuaian antara teori dan praktek;

Sebuah program inovasi dilakukan adalah untuk efektifitas dan efiseinsi dalam pencapaian program. Demikian halnya dengan inovasi pendidikan, adalah dilakukan dengan tujuan optimalisasi proses pembelajara. Dalam proses pembelajaran hal lain yang perlu memperoleh perhatian dalam praktek pendidikan tentang pemberdayaan siswa.

Menurut Sastraprateja pemberdayaan dalam kontek pendidikan meliputi tiga kekuatan yaitu power to adalah kekuatan yang membuat seseorang melalukan sesuatu, power with, kekuatan bersama agar peserta didik membangun solideritas atas dasar komitmen terhadap tujuan, dan power within, kekuatan spiritual.

Ketika proses pembelajaran terpaku pada salah satu di antara ketiga kekuatan tersebut maka yang terjadi adalah ketidakseimbangan. Proses pembelajaran yang hanya mengarahkan peserta didik kepada power to saja, hanya akan melahirkan siswa cerdas tetapi tidak berwawasan.

g. Inovasi yang digulirkan kurang ilmiah dan kurang hasil kajian.

Dalam melakukan inovasi tidak dicari dulu akar masalahnya, tidak melakukan analisis SWOT, sehingg tidak tahu kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki, sehingga inovasi yang dilakuakan tidak bermakna.

Proses penggunaan analisis SWOT menghendaki adanya suatu survey internal tentang strengths, weaknesses program, serta survey eksternal atas opportunities dan threats.

h. Guru/tenaga kependidikan yang bersifat konservatif;

Sifat guru yang konservatif tidak mau berinovasi bisa disebabkan oleh tingkat ksejahteraan guru yang rendah karena gaji yang kecil. Semoga dengan adanya sertifikasi guru sehingg gaji guru menjadi besar akan mendorong semangat guru/tenaga kepedidikan untuk mau berinovasi. Kerdilnya profesi guru selama ini menyebabkan kemerosotan penghargaan masyarakat terhadap guru. Padahal suatu profesi akan berkembang jika profesi tersebut dihargai oleh masyarakat. Disamping itu sifat konservatif bisa juga disebabkan oleh kurangnya wawasan pengetahuan dan teknologi yang dimiliki oleh guru atau tenaga kependidikan.

i. Pemahaman profesionalisme yang samar;

Dalam paradigma baru pendidikan, tujuan pembelajaran bukan hanya untuk mengubah perilaku peserta didik, tetapi membentuk karakter dan sikap mental professional yang berorientasi pada global mindset. Fokus pembelajarannya adalah pada” mempelajari cara belajar” (learning how to learning) bukan semata mempelajari substansi pelajaran. Sedangkan pendekatan, strategi dan metode pembelajarannya adalah mengacu pada konsep konstruktivisme yang mendorong dan menghargai usaha belajar siswa dengan proses inquiri and discovery learning. Tetapi masih banyak guru/tenaga kependidikan yang belum bisa menerpakan paradigma ini. Jadi guru tugasnya adalah mentranfer ilmu kepada peserta didik, sehingga peserta didik tidak dapat menggali potensi yang ada di dalam dirinya.

Kegiatan pembelajaran bukan berbentuk Teacher centered content oriented tetapi berbentuk student centered learning yang dirancang dan disesuaikan dengan kondisi lembaga pendidikan dan masyarakat. Guru hanya sebagai fasilitator dan motivator dan muridlah yang menjadi pusat pembelajaran.

Winarno Surachmat (1973) mengemukakan bahwa sebuah profesi dalam arti yang umum adalah bidang pekerjaan dan pengabdian tertentu, karena hakekat dan sifatnya membutuhkan persyratan dasar ketrampilan teknik dan kepribadian tertentu.

2. Faktor Output

a. Tujuan inovasi yang tidak jelas.

Hal ini terjadi karena program yang akan dilakukan biasanya tidak disusun/dirumuskan terlebih dahulu.

Sebelum melakuakan program inovasi sebaiknya merumuskan program inovasi yang meliputi :

1. Tentukan akar permasalahan, masalah apa yang ada dalam suatu lembaga dimana kita berada.

2. Analisis diri atau SWOT, apa kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dan bagaimana peluang dan ancaman yang ada diluar.

3. Tentukan nama program inovasi.

4. Kegitan-kegiatan.

5. Target dan sasaran kegiatan.

6. Merancang manajemen kegiatan.

7. Keunggulan dan kelemahan program

8. Monitring dan evaluasi program

9. Instrumen evaluasi

b. Tidak ada reward untuk sebuah inovasi.

Sudah satnya menetapkan satu system penggajian bagi para guru secara adil, bernilai ekonomis serta memilki daya tarik sedemikian rupa sehingga merangsang para guru/tenaga kependidikan untuk melakukan tugasnya dengan penuh dedikasi dan memberikan kepuasan lahir dan batin. Skala yang dipandang adil dan wajar serta bernilai ekonomis adalah merupakan kulminasi dari berbagai variabel antara lain : pendidikan,beban kerja, jenjang pendidikan tempat bertugas, kreativitas, lokasi, kepangkatan dan sebagainya (Mohamad Surya, 2003 : 71)

Seorang guru/tenaga kependidikan kurang tertarik untuk melakukan inovasi bisa disebabkan karena tidak adanya reward (penghargaan) baik materi maupun nonmateri. Untuk merangsang seorang guru/ tenaga pendidikan tidak harus diberi tambahan gaji yang besar tetapi, bisa berupa pujian, piagam atau perhatian yang lain. Misalnya diumumkan denganditulis pada ruang guru “ guru terbaik minggu ini adalah si fulan “

c. Pendekatannya terlalu formalitas dan keseragaman.

Pengaruh system pendidikan yang sentralistik yang telah lama diterapkan di bidang pendidikan kita, membuat kebiasaan para guru/tenaga kependidikan selalu menunggu perintah dari atas. Sehingga kreativitas kita mandul. Untuk melakukan sebuah inovasipun menunggu perintah, atau meniru dari orang lain. Dan apa yang kita lakukan sekedar melaksanakan tugas/menggugurkan kwajiban/formalitas, sehingga hasil yang diperoleh tidak optimal karena kegiatan yang dilakukan hanya setengah hati.

d. Sekolah /lembaga terlalu memonopoli.

Pengaruh kepemimpinan yang otoriter di pusat( pemerintahan orde baru), mempengaruhi juga sampi kebawah termasuk sekolah. Sehingg kebebasan guru atau tenaga kependidikan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki terbelenggu. Menyebabkan program inovasi terhambat.

e. Komponen pengetahuan rendah dan modal RD kecil.

Penerapan model inovasi mungkin masih banyak kendala bisa dikarenakan oleh latar belakang materi yang diajarkanya karena perkembangan ilmu pengetahuan masih belum dapat diikuti oleh setiap guru.

Modal research and development (R & D) yang kecil sehingga pengembangan inovasi tehambat.

f. Kesukaran dalam mendiagnosis kelemahan inovasi;

Penyebab kegagalan inovasi pendidikan meliputi tiga factor; yaitu agen pembaharu, konsep inovasi, proses inovasi dan proses difusi

g. Hasil akhir yang kurang jelas.

Dalam setiap program inovasi sebaiknya dimonitoring dan di evaluasi maka dari itu harus dibentuk seksi monev (seksi monitoring dan evaluasi), sehingga hasil akhir dari suatu program inovasi dapat diketahui dengan jelas.

h. Sumber daya teknologi dan keuangan rendah;

Banayak orang beranggapan bahwa buruknya system pendidikan Indonesia disebabkan oleh kurangnya alokasi dana untuk sector ini. Ini sama sekali tidak salah, tetapi tidak akan cukup jika kita tidak berbicara tentang persoalan kurikulum dan kehidupan dalam sekolah sendiri. Persoalan yang lebih serius berada pada titik yang fundamental, yitu politik pendidikan itu sendidri. Artinya, seperti apa pemerintah melihat posisi pendidikan dalam masyarakat.

Salah satu alasan yang digunakan pemerintah ketika menekan biaya pendidikan adalah karena kondisi keuangan Negara yang krisis sehingga sulit untuk mengalokasikan dana yang besar.

i. Terfokus pada akuntabilitas public.

Apa yang dilakukan oleh para innovator biasanya terfokus pada pertanggungjawaban kepada masyarakat. Sehingga apa yang dilakukan serasa beban berat yang harus dipikul. Bukan atas kesadaran bahwa dirinya adalah agen of change sebuah tugas yang niscaya harus dilakukan. Karena merasa keterpaksaan itulah yang membuat inovasi tidak berkembang.

j. Kurang mengarah pada entrepreneurship.

Inovasi-inovasi yang biasa kita lakukan biasanya bersifat pengembangan kompetensi yang bersifat kognitif. Sedangkan aspek psikomotor kurang dikembangkan, termasuk pada pengembangan kemampuan entrepreneurship (kewirausahaan).

k. Bersifat pasif.

Inovasi yang serinng kita lakukan biasanya bersifat pasaif (reaktif), artinya melakukannya bila ada perintah atau kecenderungan lingkungan atau situasi yang sedang menghangat. Sehingg tidak ada perintah dari atasan kita tidak melakun inovasi. Dan inovasi yang dilakukan setengah hati tidak akan mendapat hasil yang optimal.

3. Faktor throughput

a. Terdapat jurang pemisah antar ahli dengan tenaga teknis.

Seolah tugas inovasi adalah tnggung jawab para ahli sedangkan tenaga tekni hanya ssebagai pelaksana. Padahal ini adalah tanggung jawab bersama, dalam rangka pencapaian tujuan dan pemecahan masalah yang dihadapi bersama.

b. Perbedaan status dan struktur hierarkis kepegawaian.

Perbedaan status kepegawaian ini berakiatan dengan status pegawai tersebut, negeri atau swasta biasanya para pegaawai swasta bercermin pada pegawai negeri. Apabila pegawai negeri kurang disiplin dan kurang berinovasi maka akan diikuti oleh yang swasta..Demikian halnya secara struktur hierarkis pegawai yang pangkat dan golongannya masih rendah akan bercermin pkepada pegawai yang pangkat dan golongnnya sudah tinggi, karena di Indonesia system paternallistik masih mengakar.

c. Kurangnya prosedur dan latihan untuk perubahan.

Penerapan model inovasi, belum dilakukan sosialisasi terhadap guru secara intensif, hal ini karena masih banyak guru yang belum memahami. Masih banyak guru yang melakukan proses pembelajaran denga metode tradisional. Seperti ceramah, komunikasi satu arah, siswa pasif dan membosankan.

E. Penutup

Untuk menciptakan keunggulan kompetitif, setiap bangsa memerlukan inovasi yang cerdas dalam dunia pendidikan, sedangkan untuk menjadi bangsa yang berharkat mulia sebuah bangsa harus memerlukan keunggulan komparatif dan kompetitif. Jika bangsa Indonesia ingin menghasilkan berbagai keunggulan kompetitif dari outcome pendidikan, maka terobosan yang cerdas harus menjadi prioritas penting dalam pengembangan system pendidikan.

Terobosan yang efektif salah satunya adalah dengan melakukan program inovasi dalam pendidikan. Tanpa ada inovasi yang signifikan, pendidikan nasional hanya akan menghasilkan lulusan yang tidak mandiri dan selalu tergantung pada pihak yang lain. Dalam perspektif global hasil pendidikan yang demikian justru akan menjadi beban bagi bangsa dan Negara, sekaligus bagi masyarakat.

Siapa yang memulai dan melakukan perubahan? Jawabnya adalah faktor manusia yang bekerja dalam lembaga pendidikan. Manusia yang paling penting dalam proses pendidikan adalah guru sebagai ujung tombak pendidikan. Salah satu masalah pendidikan yang paling klasik namun saja selalu actual adalah guru. Disatu sisi, guru sering kali menjadi bulan-bulanan banyak pihak ketika guru dinggap gagal dalam menjalankan tugasnya. Tetapi di sisi lain, ketika siswanya berprestasi, sosok guru pun menjadi sepi dipublikasi.

Hambatan yang mendasar dalam program inovasi pendidikan adalah terletak pada manusianya. Dan manusia yang paling menjadi perhatian adalah guru. Karena gurulah yang berdiri paling depan dalam mengkonstruksi kulitas sumber daya manusia. Maka dari itu perhataian pemerintah terhadap guru sangat diharapkan.

Hamabatan-hambatan yang ada sedikit demi sedikit terus dikurangi, sehingga program inovasi akan terus berkembang dan akan mendapatkan hasil yang optimal. Sehingga outcome dari proses pendidikan akan memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dalam menghadapi era globalisasi.


DOWNLOAD VERSI MS OFFICE